Kamis, 22 Januari 2009

ETIKA BERBISNIS DALAM ISLAM

Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang nilai, norma atau moralitas. Dengan demikian, moral berbeda dengan etika. Norma adalah suatu pranata dan nilai mengenai baik dan buruk, sedangkan etika adalah refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain adalah buruk

Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial.

Sistem ekonomi Islam berangkat dari kesadaran tentang etika, sedangkan sistem ekonomi lain, seperti kapitalisme dan sosialisme, cendrung mengabaikan etika sehingga aspek nilai tidak begitu tampak dalam bangunan kedua sistem ekonomi tersebut. Keringnya kedua sistem itu dari wacana moralitas, karena keduanya memang tidak berangkat dari etika, tetapi dari kepentingan (interest). Kapitalisme berangkat dari kepentingan individu sedangkan sosialisme berangkat dari kepentingan kolektif.

Suatu perkembangan baru yang menggembirakan. Al-Qur’an sangat banyak mendorong manusia untuk melakukan bisnis. (Qs. 62:10,), (QS.4:29 (QS.2:282). Syed Nawab Haidar Naqvi, dalam buku “Etika dan Ilmu Ekonomi: Suatu Sistesis Islami”, memaparkan empat aksioma etika ekonomi, yaitu, tauhid, keseimbangan (keadilan), kebebasan, tanggung jawab.Tauhid, merupakan wacana teologis yang mendasari segala aktivitas manusia, termasuk kegiatan bisnis. Tauhid menyadarkan manusia sebagai makhluk ilahiyah, sosok makhluk yang bertuhan. Dengan demikian, kegiatan bisnis manusia tidak terlepas dari pengawasan Tuhan, dan dalam rangka melaksanakan titah Tuhan.

Itu seperti yang di lakukan oleh Nabi Muhammad S.A.W yang kegiatan sehari-arinya adalah pedagang (pebisnis), bahwa rezeki itu sembilan dari sepuluhnya di dapat dari berbisni tetapi bisnis itu harus dilakukan dengan syarat yang benar yaitu : kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis, tidak melakukan sumpah palsu ,ramah-tamah, tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut, tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya, tidak melakukan penumpukan barang, ukuran dan timbangan yang benar, bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah, membayar upah sebelum kering keringat karyawan, tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli, tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bisnis dilakukan dengan suka rela tanpa paksaan. segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya, memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar dan bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba.

Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tetntang etika bisnis, maka landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (hablum minallah wa hablumminannas). Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran “pihak ketiga” (Tuhan) di setiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis

Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan, sebab, bisnis yang merupakan symbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akherat. Artinya, jika oreientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang “dibisniskan” (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat. Stetemen ini secara tegas di sebut dalam salah satu ayat Al-Qur’an.

Tidak ada komentar: