Senin, 13 Oktober 2008

Mencermati Paket Kebijakan BI Oleh Sabaruddin Siagian

Bank Indonesia (BI), baru-baru ini telah mengeluarkan Paket Kebijakan Perbankan Januari tahun 2005 (Pakjan 2005) dalam rangka meningkatkan kontribusi perbankan dalam menggerakkan perekonomian, mengakselerasi konsolidasi perbankan, dan menguatkan infrastruktur sistim perbankan. Pakjan tahun 2005 tersebut dituangkan dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia (PBI). Dan, PBI tersebut meliputi delapan peraturan. Tentunya kita harus mencermati sejauh mana manfaat dan kekurangan Pakjan 2005 terhadap perekonomian kita dan sejauh mana mampu memperkuat sistim perbankan nasional. Intermediasi Perbankan Untuk meningkatkan pengucuran kredit dari perbankan, BI mengeluarkan beberapa PBI-nya. Salah satunya adalah PBI No 7/3/PBI/ 2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Umum. Di dalam peraturan BMPK yang baru, BI melonggarkan BMPK, yakni kredit yang diberikan kepada pihak yang tidak terkait menjadi 25 persen dari modal bank, yang sebelumnya sebesar 20 persen. Sedangkan bagi bank badan usaha milik negara (BUMN) yang membiayai proyek yang memengaruhi hajat hidup orang banyak dan infrastruktur, BMPK bank tersebut dapat mencapai 30 persen. Selain melonggarkan BMPK bank, BI juga mengeluarkan PBI No 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Produktif. Tujuan PBI ini untuk menstimulasi perbankan meningkatkan pengucuran kreditnya kepada dunia usaha. Khususnya kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan daerah-daerah tertentu seperti Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Maluku, dan Papua dengan memperingan persyaratan penilaian kualitas aktiva produktifnya. Kalau persyaratan peraturan sebelumnya berdasarkan kepada prospek usaha, kinerja (performance) debitur, dan kemampuan membayar. Tetapi, untuk sekarang ini hanya dinilai berdasarkan pada kemampuan membayar pinjaman dan bunganya saja. Selain memperingan penilaian aktiva produktif kepada kredit UMKM, PBI ini juga memperluas cakupan agunan yang dapat menjadi faktor pengurang bagi biaya cadangan yang dikeluarkan oleh bank. Dengan memperluas cakupan agunan tersebut, otomatis perbankan akan berkurang beban penyisihan pencadangan aktiva produktifnya (PPAP). Hal ini menjadi insentif bagi perbankan untuk meningkatkan pengucuran kreditnya. Untuk kasus khusus di dalam meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dan pemulihan perekonomian sebuah provinsi, BI juga mengeluarkan PBI No 7/5/PBI/2005 tentang Perlakuan Khusus terhadap Kredit Bank Umum Pascabencana Nasional di Provinsi NAD dan Kabupaten Nias. Selain untuk meningkatkan fungsi intermediasi perbankan, BI juga mengeluarkan PBI No 7/8/PBI/2005 tentang Sistim informasi Debitor. PBI ini mengwajibkan bank untuk melaporkan informasi debiturnya dengan cakupan informasi yang lengkap. Dengan adanya laporan informasi yang lengkap mengenai debitur, maka bank dapat memanfaatkan informasi tersebut dalam mengucurkan kreditnya. Dengan demikian, tingkat risiko terjadinya kredit bermasalah tentunya berkurang. Dengan dikeluarkannya PBI untuk meningkatkan fungsi intermediasi perbankan ini, perbankan memang akan makin ekspansif mengucurkan kreditnya. Karena perbankan akan menambah porsi kredit korporasi, khususnya untuk membiayai lagi beberapa debitur dan proyek infrastrukturnya. Dan, menambah keyakinan kalangan perbankan untuk mengucurkan kreditnya, khususnya kredit UMKM, karena bank diberikan insentif dalam bentuk pengurangan pembebanan PPAP dan keringanan pada prosedur pemberian kredit. Persoalannya bagi PBI untuk meningkatkan fungsi intermediasi perbankan adalah besarnya risiko dilonggarkannya BMPK. Dengan dilonggarkannya BMPK, tentunya perbankan akan menambah kredit pada beberapa debitur dan proyek infrastrukturnya. Dengan perbankan menambah kredit beberapa debitur dan kredit proyek infrastruktur, maka perbankan sangat rentan terhadap kredit bermasalah. Karena proyek infrastruktur tersebut masih rentan terhadap mark up nilai proyek dan masih besarnya ketidakpastian hukum pada proyek tersebut. Dan, kredit yang terlalu terkonsentrasi juga sangat rentan terhadap penurunan kualitas kredit bank tersebut. Kalau saja BI mengambil pelajaran dari krisis ekonomi yang pernah kita alami, maka BI sebenarnya tidak perlu melonggarkan peraturan BMPK ini, karena risikonya sangat besar sekali, dapat menggoyahkan industri perbankan. Hal ini sudah terbukti pada krisis ekonomi tahun 1997 di mana penyebab utama krisis tersebut adalah terkonsentrasinya kredit pada beberapa debitur dan besarnya kredit korporasi, khususnya kredit infrastruktur, yang dikucurkan oleh perbankan. Sebenarnya, tanpa melonggarkan BMPK, sebenarnya fungsi intermediasi perbankan akan meningkat signifikan tahun 2005, dan tahun berikutnya. Hal itu dibuktikan pada pertumbuhan kredit tahun 2004 di mana mencapai di atas 22 persen. Padahal, bangsa ini pada tahun 2004 baru saja menyelesaikan pemulihan perbankan dan melaksanakan agenda pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden. Kalau kondisi sosial dan politik tetap stabil seperti sekarang ini dan pemerintah tetap mengirim signal-signal positif di dalam membenahi kondisi dunia usaha dan juga memberikan insentif-insentif kepada penanam modal, maka sangat besar kemungkinannya pertumbuhan kredit pada tahun 2005 dapat mencapai 24 sampai 27 persen. Jadi, kalau demikian halnya, mengapa BI masih "ragu" terhadap berjalannya fungsi intermediasi perbankan di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai oleh pemerintah? Mengakselerasi Konsolidasi Perbankan PBI No 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum selain melonggarkan BMPK untuk memperbesar kredit kepada pihak tidak terkait, peraturan BMPK yang baru ini juga melonggarkan bank di dalam melakukan penyertaan pada bank lain. PBI ini menjelaskan bahwa perbankan tidak perlu mengaitkan besaran modal bank di dalam melakukan penyertaan pada bank lain. Dengan adanya pelonggaran BMPK penyertaan pada bank lain, hal ini akan mendorong untuk melakukan konsolidasi, dengan melakukan merger dan akusisi bank. PBI ini dikeluarkan karena BI memandang bahwa proses konsolidasi perbankan sekarang ini sangat lambat sekali. BI memandang juga, setelah mendengar keberatan dari pelaku dan pengamat perbankan, bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan lambatnya proses konsolidasi perbankan tersebut adalah adanya peraturan BMPK penyertaan pada bank lain yang hanya sebesar 10 persen. Untuk itu, BI mengubah peraturan BMPK tersebut, dengan memperbolehkan bank melakukan penyertaan bank lain tanpa mengaitkan dengan besaran modal banknya. PBI untuk mempercepat konsolidasi perbankan memang tepat sekali, karena akan menambah keleluasaan perbankan untuk mempercepat pertumbuhan modal dan asetnya dengan cara unorganik, melakukan merger atau akusisi, untuk memperoleh status bank yang diinginkannya, seperti status bank pada segmen tertentu, bank nasional, dan bank internasional. Dan, pada akhirnya konsolidasi bank tersebut dapat menciptakan sistim perbankan yang sehat dan kuat. Penguatan Infrastruktur Sistim Perbankan BI memang tepat mengeluarkan beberapa PBI untuk memperkuat infrastruktur sistim perbankan nasional. Untuk mendukung hal tersebut, BI mengeluarkan PBI No 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Dasar dikeluarkannya PBI ini adalah, ada kerugian yang dialami nasabah bank dalam berhubungan dengan bank selama ini. Di pihak lain, perbankan tidak ada kemajuannya untuk mengelola hak-hak nasabah bank. Dan, penyelesaian kerugian dan pengaduan nasabah tidak menguntungkan di pihak nasabah bank. Untuk itulah, BI melihat perlunya membuat peraturan untuk melindungi hak-hak tersebut. Dengan mengharuskan bank untuk menyiapkan biro pengaduhan nasabah. Sehingga, kerugian-kerugian yang dialami nasabah bank dapat dikurangi dengan signifikan. Selain melindungi hak-hak nasabah bank, BI juga mengeluarkan PBI No 7/6/PBI/2005 tentang Transparasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. PBI ini mengatur bahwa perlunya perbankan transparan menjelaskan kondisi produk banknya, dan juga perbankan harus merealisasikan apa yang dijanjikan bank kepada nasabah ketika membeli produk bank tersebut. Serta, perbankan perlu mengelola data-data nasabah sehingga tidak dimanfaatkan pihak lain. PBI ini dikeluarkan BI tidak terlepas dari kasus Bank Global yang mengeluarkan produk reksadana "bodong". BI kemungkinan mensinyalir masih ada beberapa bank mengeluarkan beberapa produk yang merugikan nasabah bank seperti produk reksadana, produk deposito yang suku bunganya melebihi suku bunga penjaminan, kartu kredit bank yang tidak jelas hak dan kewajiban pemegang kartu kredit tersebut. Bila perbankan tidak mengelola dengan baik pengaduan nasabah dan transparansi produk yang dikeluarkannya, jelas hal ini akan merugikan kalangan nasabah bank dan sekaligus merusak citra perbankan nasional. Dengan adanya kerugian nasabah tersebut, masyarakat tentunya kurang percaya terhadap perbankan nasional. Sehingga, pada akhirnya akan menurunkan daya saing perbankan nasional terhadap perbankan asing. ***

Minggu, 12 Oktober 2008

Penyelamatan Dolar dari Euro

Assalamulaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dulu rata-rata kita menduga kalau alasan Amerika berperang ke Iraq ini karena:

  1. Amerika ingin menghancurkan Islam;
  2. Amerika ingin melibas terorisme;
  3. Amerika itu memang bandit
  4. Bush mau dendam secara pribadi kepada Saddam yang dulu gagal dihancurkan Bapaknya Bush Senior.
  5. Ini ulahnya Yahudi [intelektual kriminal Perle & Wolfowitz ] yang saat itu jadi penasehat utamanya Bush;
  6. Ini perang buat menguasai minyaknya Iraq ...
  7. Dan variasi-variasi lainnya.

Kini terbukti semua pandangan itu tidak 100% salah tapi juga "salah" karena itu semuanya cuma masalah kecilnya saja. Semua dugaan kita Itu semuanya tidak menjelaskan alasan utamanya perang Iraq ini dari sudut pandang si Amerika sendiri.

Karena, tujuan paling utama dari perang Iraq ini adalah: Ajang Penyelamatan dollar dari euro.

Di mata Amerika yang dulu menghadiahkan rezim Suharto ke Indonesia , dosa Iraq ya ng terbesar adalah ketika Iraq [Saddam] tahun 2000 lalu minta ke PBB supaya semua minyaknya dibayar menggunakan euro; plus semua uang milik Irak [$10 bilyun] dikonversikan ke euro dari dollar.

Dulu semua orang bilang kalau itu ide Saddam ini tindakan bodoh karena euro waktu itu masih 90% dari nilai dollar dan euro pun dari sejak dikeluarkan [Januari 1999] terus menerus terdepresiasi lawan dollar yang waktu itu demand (permintaan) nya memang kuat sekali karena penipuan akuntasi besar-besaran sedang terjadi di bursa efeknya -- dan

investor asing juga perlu dollar untuk main di bursanya.

Tapi, sekarang ini euro ternyata sudah terapresiasi sebesar hamper 100% dari harga sebelumnya! Berarti apa, langkah "gilanya" Saddam tahun 2000 dulu itu ternyata sangat menguntungkan dan bahkan jenius!

Langkah ini pula yang sekarang sedan g dikaji oleh Iran yang cuma mau menerima transaksi minyak dengan euro dan menolak dollar. Dan di dunia ini, kartel perdagangan yang terkuat ya cuma minyak saja.

Kartel mobil, atau komputer, atau produk-produk lain praktis tidak eksis. Minyak -- siapapun harus beli minyak. Terus perhatikan lagi, anggota OPEC itu rata-rata isinya adalah musuh-musuh Amerika yang nyata-nyata memang benci kepada Amerika, karena

rata-rata negara Islam, yang bukan Islam pun seperti Venezuela yang dipimpin sama presiden Chavez malah lebih parah lagi anti Amerikanya.

Kalau saja semua anggota kartel minyak ini memang mau "jahat" dan main "evil" terhadap Amerika, maka caranya gampang sekali: mereka cukup bilang, kita sekarang cuman mau transaksi pake euro dan selesailah dollarnya Amerika! Bangkrut serta kiamat jugalah si kapitalis Amerika ini!

Kita yang tidak punya background ekonomi mungkin bingung. Koq bias bangkrut?

Orang yang bisa hitung-hitungan ekonomi bisa menjelaskan begini, Kalau kita punya uang tunai $1, di tangan, maka secara ekonomi itu artinya adalah Anda memberi hutang ke Bank Federalnya Amerika dan Bank Federalnya Amerika itu "berjanji" akan

membayar hutangnya sebesar $1 itu! .

Sekarang, karena kita tinggal di Indonesia yang rupiahnya sangat parah itu; maka jelas secara rasional kita berusaha terus memegang $1 ditangan itu dari pada ditukar ke rupiah. bukan begitu! Jadi, secara ekonomi itu artinya Bank Federal Amerika tidak perlu menebus hutangnya karena hutangnya yang $1 itu tidak kita minta untuk dibayar. Artinya: Amerika itu bisa berhutang tanpa perlu bayar sama sekali -- [sepanjang ekonominya memang masih kuat!] sepanjang greenback atau dollar itu masih jadi standard pengganti emas.

Dengan alasan inilah makanya Amerika itu berani main defisit gila-gilaan selama ini karena toh mereka MEMANG tidak perlu membayar defisitnya sebab orang sedunialah yang harus membayar defisitnya Amerika itu!

Supaya jelas mari kita lihat rupiah; kalau budget RI itu defisit maka negara Republik Indonesia ini harus nombok dengan cara menjual barang [eksport] atau mencari utangan [CGI]. jadi, defisitnya negara seperti Indonesia yang gemah ripah loh jinawi ini betul-betul adalah "defisit" yang harus dibayar; yang kalau tidak bisa bayar ya seperti yang kita

alami pada tahun 1997 yang sampai sekarang juga belum pulih yaitu KRISMON!

Tapi Amerika lain! Defisit buat Amerika berarti justru malah positif karena defisit Amerika itu cara bayarnya adalah dengan cara memotong nilai $1 yang kita pegang itu secara intristik. Berarti, kalau Amerika defisit maka yang rugi adalah kita orang non-Amerika yang pegang dollar!

Cara kerja sistem ekonomi kapitalis yang imperialistik ini berlaku sepanjang orang seperti kita dan negara Republik Indonesia itu masih "percaya" dengan dollar dan menyimpan cadangan devisanya dalam bentuk dollar!

Eropa tahu persis tentang strategi makan gratis dan utang tidak perlu bayar ini. Karena itulah Eropa sekarang punya euro. Tujuannya Euro sebetulnya ya cuma satu itu: ikut menikmati utang gratisan dari orang-orang seperti kita tadi.

Dan saudara-saudara sekalian yang paling mengerikan buat amerika yang diambang kiamat itu apa? itu adalah kenyataan bahwa 80% US $ itu ada di luar negeri ya ditangan negara-negara seperti Indonesia ini, Cina, Jepang , India dan negara-negara asia lainnya .

Apa arti situasi begini bagi AMERIKA? ya seperti saya tadi bilang..., KALAU mendadak saja semua negara penghasil minyak bilang "sekarang kita transaksi cuman pake euro"! Dan ini mungkin sekali terjadi karena semua negara perlu beli minyak! Sehingga tekanan dari negara penghasil minyak itu bakal membuat negara-negara sepetti Cina atau Jepang

menjual dollarnya dan beli euro.

Semuanya HEGEMONI Amerika dalam sekejab akan berantakan dan ini artinya apa?...KIAMAT

Sebab kalau ini terjadi ini artinya sama saja dengan semua negara-negara pemegang US $ itu bilang...Amerika sekarang kamu harus bayar utang! Dan tentu saja: kalau dalam sekejab Amerika pun harus membayar hutangnya dan mendongkrak Euro tadi, dalam sekejab pula ekonomi Amerika bangkrut berantakan persis seperti waktu bank dalam negeri di rush nasabahnya jaman krismon dulu. Dan lebih mengerikan lagi, ekonomi Amerika pun bisa dalam sedetik bakal inflasi ribuan persen [karena semua orang menjual dollar dan membeli euro], perusahaan Amerika menjadi tidak ada harganya [persis seperti krismon di Indonesia tahun 1998 dulu] dan ajaibnya lagi -- orang Amerika pun tiba-tiba jadi persis sama dengan orang-orang miskin dari Afrika sana karena mendadak saja semua kekayaan mereka itu cuma kertas tidak ada harganya. dan lebih sial lagi..., dengan bangkrutnya dollar praktis cuma Amerika bakal bangkrut sendirian, negara-negara lain tidak ikut bangkrut karena ada Euro yang bisa menjadi penyelamatnya!

Bila anda menentang invasi AS ke iraq , dan anda belum bisa ikut terjun perang membela rakyat Iraq , atau anda belum punya cukup donasi untuk membantu rakyat Iraq , cukup anda segera lepas simpanan US $ anda atau ditukar dng euro, atau anda sebarkan informasi ini seluas-luasnya

Wassalam